Cut Uliza1*,
Irma Dewiyanti1, Iwan
Hasri2, Zainal A.
Muchlisin1
1Program
Studi Budidaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah
Kuala, Banda Aceh 23111; 2Universitas
Gajah Putih, Takengon, Provinsi Aceh. *Email korespodensi:
cutulizarain@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis optimum
vitamin C L-Ascorbyl-2-Phosphate Magnesium dalam pakan untuk benih ikan peres (Osteochilus
vittatus). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental
dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial, dengan 7 taraf
perlakuan dan masing-masing 3 kali ulangan. Faktor yang di uji adalah perbedaan
dosis vitamin C jenis L-Ascorbyl-2-Phosphate-Magnesium (L-AP-Mg) dalam pakan
ekperimen yang mengandung 30% protein.
Perlakuan yang diuji adalah perlakuan dosis vitamin C 0, 50, 100, 150,
200 250, 300 mg/kg pakan. Pakan diberikan 3 kali sehari (08.00, 12.00, dan
17.00 WIB) selama 60 hari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan bobot
berkisar antara 0,28 g – 0,57 g, laju pertumbuhan spesifik berkisar 1,12 %
perhari – 2,19 % perhari, laju pertumbuhan harian berkisar 0,31 g/hari – 1,15
g/hari, dan tingkat kelangsungan hidup berkisar 76% - 97,33%. Nilai tertinggi
untuk semua parameter yang di ukur dijumpai pada perlakuan 300 mg/kg pakan.
Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa pemberian dosis vitamin C yang berbeda dalam pakan
berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot, laju pertambahan spesifik, laju pertumbuhan harian, dan kelangsungan
hidup benih ikan peres (P<0,05).
Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan menunjukkan pertambahan bobot, laju
pertambahan spesifik, laju pertumbuhan harian tertinggi dijumpai pada perlakuan
dosis vitamin C 300 mg/kg pakan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, pemberian dosis vitamin C dalam pakan memberikan hasil lebih baik
berbanding tanpa vitamin C. Dosis vitamin C terbaik adalah 300 mg/kg pakan.
Kata kunci: Laju pertumbuhan spesifik, kelangsungan hidup,
rasio konversi pakan, efesiensi pakan, seurukan.
Pendahuluan
Provinsi Aceh memiliki potensi kekayaan sumberdaya alam yang
beragam, salah satunya adalah sumberdaya hayati ikan air tawar. Hasil
penelitian mencatat bahwa sekurang-kurangnya ada 114 spesies ikan air tawar dan
payau hidup di perairan tawar di perairan Aceh (Muchlisin dan Azizah, 2009).
Namun pemanfaatan serta pengelolaan sumber daya ikan air tawar di perairan Aceh
belum dilakukan secara optimal dengan mempertimbangkan kelestariannya sehingga
menyebabkan beberapa spesies ikan air tawar menurun populasinya di alam,
diantaranya adalah jenis ikan keureling (Tor tambra, T. soro, T. tambroides), dan ikan peres (Osteochilus
vittatus).
Ikan peres (O. vittatus) pada umumnya lebih dikenal
dengan sebutan nilem atau seurukan. Ikan ini merupakan salah satu ikan asli
Indonesia yang hidup di sungai, waduk dan danau. Ikan peres mempunyai pontensi
untuk dikembangkan sebagai komoditi budidaya, dan salah satu perairan yang
memiliki potensi ikan peres adalah Danau Laut Tawar (Muchlisin dan Siti-Azizah,
2009). Ikan peres termasuk dalam family Cyprinidae seperti halnya ikan
depik (Rasbora tawarensis), ikan kawan (Poropuntius tawarensis),
ikan Relo (Rasbora sp.), ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan
kepras (Puntius brevis) (Muchlisin et al., 2010; Muchlisin et
al., 2013). Saat ini pasokan ikan peres masih mengandalkan hasil tangkapan
dari alam menyebabkan populasinya semakin menurun drastis serta sulit ditemukan
di alam khususnya di perairan Danau Laut Tawar, hal ini mengindikasikan
terjadinya kelebihan tangkap. Pernyataaan ini juga didukung oleh hasil
penelitian pada tahun 2007 lalu yang mendapati sekurang-kurangnya ada 11 jenis
ikan di Danau Laut Tawar yang terus dieksploitasi (Muchlisin dan Azizah, 2009).
Oleh karena itu penangkapannya di alam perlu dikendalikan dan dikurangi, serta
diperlukan adanya program pemuliaan yang bertujuan untuk mendukung kegiatan
pengembangan usaha budidaya ikan peres dimasa mendatang.
Ikan peres ini sangat digemari karena rasa dagingnya yang
gurih sehingga menyebabkan harga jualnya tergolong tinggi. Berdasarkan
keunggulan dan potensinya, ikan peres ditetapkan sebagai salah satu komoditas
Gerakan Mina Padi Rakyat atau GEMPAR tahun 2006 (Subagja et al., 2006).
Potensi pengembangan budidaya ikan peres sangat besar sehingga dapat dijadikan
peluang komoditas ekspor maupun sebagai bahan dasar produk olahan. Budidaya
ikan peres sudah mulai dilakukan dibeberapa wilayah di Indonesia namun laju
pertumbuhannya relatif lambat dan ditemukan banyak ikan peres dikolam budidaya
terserang parasit. Hal ini diduga berkaitan dengan manajemen kualitas air yang
kurang baik serta kesesuaian pakan dan daya tahan tubuh ikan yang rendah, oleh
karena itu aplikasi vitamin C kedalam pakan diharapkan dapat mengatasi
permasalahan tersebut Vitamin C berperan meningkatkan fungsi kekebalan tubuh,
mengurangi stres dan mempercepat penyembuhan luka (Endang et al., 2013).
Menurut Sandnes et al. (1984), vitamin C merupakan diperoleh oleh ikan
dari makanannya karena ikan tidak dapat mensintesa vitamin C, disebabkan ikan
tidak mempunyai enzim L-gulonolakton oksidase yang diperlukan untuk biosintesis
vitamin C. Sehingga vitamin C mutlak perlu ada dalam pakan untuk mencukupi
kebutuhan vitamin C pada ikan, hal ini sesuai dengan pernyataan Masumoto et
al. (1991) melaporkan bahwa vitamin C mutlak dibutuhkan untuk pertumbuhan
yang baik, karena vitamin C diperlukan untuk memelihara enzim hidroksilase pada
biosintesis kalogen, hyidroksiprolin dan hidroksilisin yang berfungsi untuk
pembentukan kerangka tubuh terutama pada tulang rawan. Jika vitamin C cukup
tersedia dalam tubuh, maka proses kalogenasi akan sempurna dan pertumbuhan ikan
akan lebih baik dan cepat. Menurut Verlhac et al. (1998) dan Johnny et
al. (2007), vitamin C dapat meningkatkan respon imun pada ikan, hal
ini senada dengan Mahardika et al. (2004) yang menyatakan bahwa
penambahan vitamin C pada pakan dapat meningkatkan respon imun pada ikan kerapu
lumpur (Epinephelus coioides). Hal yang sama juga ditemukan pada ikan
betok Anabas testudineus dimana dilaporkan bahwa daya tahan ikan
betok terhadap stres lingkungan
meningkat seiring meningkatnya kadar vitamin C yang diberikan dalam pakan,
serta dapat meningkatkan laju pertumbuhan harian dan efisiensi pakan (Sunarto et
al., 2008). Ilmiah et al. (2002) melaporkan bahwa untuk tindakan
pencegahan terhadap penyakit pada ikan jambal siam (Pangasius hypophthalmus
Fowler) perlu penambahan vitamin C dengan dosis 2.000 mg/kg pakan.
Selain berpengaruh terhadap pertumbuhan dan sistem imun,
vitamin C juga memegang peranan penting dalam proses reproduksi ikan, hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Wahyuningsih and Barus (2007) bahwa
penambahan vitamin C pada ikan dapat mempercepat kematangan gonad ikan lele (Clarias
sp.) dan dapat meningkatkan daya tetas telur (Sinjal, 2014). Pertumbuhan ikan
patin (Pangasius hypophthalmus) ukuran sejari yang diberi vitamin C
bubuk jenis L-Ascorbyl-2-Phosphate Magnesium (L-AP-4Mg) dalam pakan, lebih
tinggi dibandingkan dengan ikan yang tidak diberi penambahan vitamin L-AP-Mg,
penambahan L-AP-Mg 100 mg/kg pakan menghasilkan pertumbuhan ikan patin
tertinggi (Jusadi et al., 2006).
Beberapa penelitian yang terkait dengan O. vittatus
yang telah dilaporkan antara lain; penambahan probiotik, prebiotik dan enzim
dalam pakan (Mayana et al., 2016; Faziel et al., 2017), pemijahan
dan ginogenesis (Muchlisin et al., 2014; Zulhardi et al., 2016;
Adami et al., 2016), perbedaan ransum harian (Asma et al.,
2016), padat penebaran (Azhari et al.,
2017). Namun sejauh ini peranan vitamin C pada ikan peres O. vittatus
belum pernah dikaji baik dari aspek kesehatan, reproduksi atau pertumbuhan.
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis vitamin C yang
optimum dalam pakan untuk menghasilkan laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup
yang terbaik.
..............................................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar